Pages

Rabu, 09 Juli 2014

Kereta Api Indonesia

PT Kereta Api Indonesia (Persero)
(disingkat KAI atau PT KAI) adalah
Badan Usaha Milik Negara Indonesia
yang menyelenggarakan jasa angkutan
kereta api . Layanan PT Kereta Api
Indonesia meliputi angkutan penumpang
dan barang. Pada akhir Maret 2007 ,
DPR mengesahkan revisi UU No. 13/1992
yang menegaskan bahwa investor
swasta maupun pemerintah daerah
diberi kesempatan untuk mengelola jasa
angkutan kereta api di Indonesia. Pada
tanggal 14 Agustus 2008 PT Kereta Api
Indonesia melakukan pemisahan Divisi
Jabodetabek menjadi PT KAI Commuter
Jabodetabek (KCJ) untuk mengelola
kereta api penglaju di daerah Jakarta
dan sekitarnya. selama tahun 2008
jumlah penumpang melebihi 197 juta. [1]
Pemberlakuan UU Perkeretaapian No.
23/ 2007 secara hukum mengakhiri
monopoli PT Kereta Api Indonesia
dalam mengoperasikan kereta api di
Indonesia.[2]
Pada tanggal 28 September 2011,
bertepatan dengan peringatan ulang
tahunnya yang ke-66, KAI meluncurkan
logo baru.
Pra-kemerdekaan
Pada hari Jumat , tanggal 17 Juni 1864 ,
kereta api (KA) pertama di Indonesia
lahir. Pembangunan diprakarsai oleh
Nederlands-Indische Spoorweg
Maatschappij (NIS) dengan rute
Kemijen - Tanggung . Pencangkulan tanah
pertama dilakukan di Desa Kemijen dan
diresmikan oleh Mr. L.A.J.W. Baron Sloet
van de Beele. Namun jalur ini dibuka
tiga tahun berikutnya, 10 Agustus 1867.
Hingga tahun 1873 tiga kota di Jawa
Tengah , yaitu Semarang, Solo , dan
Yogyakarta sudah berhasil dihubungkan.
Masa politik kolonial liberal rupanya
mengakibatkan Pemerintah Belanda
enggan mendirikan perusahaannya dan
justru memberikan kesempatan luas bagi
perusahaan-perusahaan (KA) swasta.
Namun sayangnya, perusahaan swasta
itu tidak memberikan keuntungan berarti
(apalagi NIS masih membutuhkan
bantuan keuangan dari Pemerintah
Kolonial), maka Departemen Urusan
Koloni mendirikan operator KA lain,
Staatsspoorwegen , yang membentang
dari Buitenzorg hingga Surabaya.
Pertama dibangun di kedua ujungnya,
jalur pertama di Surabaya dibuka pada
tanggal 16 Mei 1878 dan terhubung
pada tahun 1894 .
Selain itu, muncul juga lima belas
operator KA swasta di Jawa yang
menamakan dirinya sebagai
"perusahaan trem uap", namun meskipun
namanya demikian, perusahaan itu
sudah dapat dianggap sebagai
operator KA regional.
Sebagai perusahaan kolonial, sebagian
besar jalur KA di Indonesia mempunyai
dua tujuan: ekonomis dan strategis.
Nyatanya, syarat bantuan keuangan NIS
antara lain membangun rel KA ke
Ambarawa, yang memiliki benteng
bernama Willem I (yang diambil dari
nama Raja Belanda). Jalur KA negara
pertama dibangun melalui pegunungan
selatan Jawa, selain daerah datar di
wilayah utara Jawa, untuk alasan
strategis sama. Jalur KA negara di
Jawa menghubungkan Anyer (lintas
barat) menuju Banyuwangi (lintas
timur).
Selain di Jawa, pembangunan rel KA
juga dilakukan di Aceh, menghubungkan
Banda Aceh hingga Pelabuhan Uleelhee,
dengan lebar sepur 1.067 mm, yang
digunakan untuk keperluan militer.
Kemudian, lebar sepur yang sebelumnya
1.067 mm kemudian diganti menjadi 750
mm membentang ke selatan. Jalur ini
kemudian berpindah kepemilikan dari
Departemen Urusan Perang kepada
Departemen Urusan Koloni tanggal 1
Januari 1916 menyusul perdamaian
relatif di Aceh.
Ada pula jalur kereta api di Ranah
Minangkabau (dibangun pada tahun
1891- 1894 ) dan Sumatera Selatan
(dibangun tahun 1914- 1932 ). Kedua jalur
ini digunakan untuk melintas layanan KA
batu bara dari pertambangan bawah
tanah menuju pelabuhan.
Di Sumatera Utara , ada perusahaan KA
bernama Deli Spoorweg Maatschappij
yang banyak mengangkut karet dan
tembakau di daerah Deli.
Pembangunan jalur kereta api juga
dilangsungkan di Sulawesi Selatan pada
bulan Juli 1922 hingga 1930 ; sebagai
bagian dari proyek besar-besaran
pembangunan jalur rel di Kalimantan
dan Sulawesi, menggabungkan sistem rel
KA di Sumatera, serta elektrifikasi jalur
KA utama di Jawa. Namun Depresi
Besar telah membatalkan upaya ini.
Meskipun tidak sempat dibangun, studi
pembangunan jalur KA di Kalimantan,
Bali, dan Lombok telah selesai dilakukan.
Semasa pendudukan Jepang, seluruh
jalur KA (bahkan yang terpisah sekali
pun) dikelola sebagai satu kesatuan.
Sementara itu, di Sumatera, juga
dikelola oleh cabang-cabang Angkatan
Bersenjata Kekaisaran Jepang , secara
terpisah.
Pendudukan Jepang akhirnya mengubah
lebar sepur 1.435 mm di Jawa menjadi
1.067 mm, sebagai penyelesaian masalah
lebar sepur ganda. Ini bukanlah
"permasalahan nyata" karena tidak
banyak perubahan materiil di kedua
sistem itu, banyak rel 1.435 mm
dipasangi rel ketiga pada tahun 1940,
menghasilkan rel dengan lebar sepur
campuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar